Oleh: Makrus Rifai
Biology Education
Yogyakarta State University
Kampus merupakan tempat berlangsungnya aktivitas pendidikan yang sangat kompleks. Di dalam kampus dapat terjadi interaksi yang sangat intens baik sesama komponen kampus ataupun interaksi antara komponen kampus dengan lingkungan sekitarnya yakni biofisik dan sosial budaya. Sehingga perlu diperhatikan mengenai dinamika interaksi tata ruang kampus tersebut khususnya dari segi wawasan lingkungannya.
Tata ruang kampus umumnya dirancang berdasarkan perhitungan tata ruang bangunan fisik dan fungsi bangunan fisik tersebut. Pada saat ini, komponen lingkungan yang menjadi bagian dari pertimbangan tata ruang sangat tergantung dari eksistensi interaksi yang terjadi serta bentuk interaksinya baik secara langsung ataupun tidak langsung. Lingkungan yang dipertimbangkan dapat terbatas pada lingkungan yang sangat sempit, dalam sistem yang terbatas atau sangat luas. Pemanfaatan ruang dalam kampus atau yang disebut sebagai tata ruang kampus tidak diatur secara khusus dalam Undang – Undang, sehingga diperlukan pemikiran khusus oleh kampus masing – masing agar penataan ruang kampus sesuai dengan aspek lingkungan yang baik dan memadai.
Pada kenyataan sekarang, masih banyak ketidakjelasan mengenai siapa yang bertanggung jawab atas pengelolaan suatu wilayah pada kesatuan sistem lingkungan dengan berbagai kepentingan yang berbeda. Dengan dasar bahwa lingkungan hidup berstatus sebagai milik umum, maka mestinya yang bertanggung jawab dalam pengelolaannya adalah masyarakat, pemerintah tingkat pusat sampai tingakat daerah. Dalam mengkaji mengenai ekologi pendidikan kita berasumsi bahwa pendidikan sebagai suatu aktivitas didukung oleh komponen – komponen pendidikan yang tidak dapat terlepas dari sistem interaksi dengan komponen lingkungannya. Tata ruang kampus yang ditinjau dari aspek Ekologi Pendidikan dengan demikian mengandung konsekuensi digunakannya pertimbangan interaksi antar komponen pendidikan dalam kampus dengan lingkungannya. Secara fisik, suatu kampus terdiri atas kompleksitas bangunan yang disusun berdasarkan atas kebutuhan untuk mendukung aktivitas kampus dan beberapa pertimbangan estetika atau keindahan. Konsep ini lebih banyak didasarkan atas konsep tata ruang dengan pendekatan fungsional. Dengan pendekatan fungsional ini maka pengertian tata ruang dipersepsikan sebagai sesuatu yang bukan dihasilkan oleh masyarakat, bukan hasil budidaya yang dibentuk oleh latar belakang sosiokultural manusia yang berusaha menyesuaikan diri dengan ruang tempat hidupnya. Akan tetapi tata ruang lebih ditentukan oleh kekuatan yang menguasai ruang tersebut, sehingga dianggap oleh Gore, 1984, sebagai konsep tata ruang yang tidak komplit. Oleh karena itu perlu diketahui bentuk pendekatan lain yaitu tata ruang dengan pendekatan teritori, yang lebih menekankan pada pengembangan wilayah sebagai upaya untuk memobilisasi dan mengintegrasiakn manusia dan sumberdaya alam dalam satu wilayah geografis tertentu.
Unit – unit kelompok bangunan dalam tata ruang kampus secara konvensional disusun atas dasar kelompok aktivitas kampus, misalnya dalam kelompok fakultas atau unit pendukung lainnya. Penataan ruang dalam kampus cenderung berorientasi ke dalam dan kampus sebagai satu kesatuan yang dipisahkan dengan sistem lingkungannya. Orientasi tata ruang seperti ini menempatkan kampus sebagai sesuatu “enclave” dalam tata ruang sistem lingkungan, dan hal ini bertentangan dengan prinsip integritas dalam tata ruang satu wilayah. Dalam kedudukan seperti ini, aktivitas kampus sulit untuk menjadi bagian dari aktivitas lingkungan, walaupun diakui bahwa ada kecenderungan aktivitas kampus justru menentukan aktivitas lingkungannya.
Kampus yang ditata dengan orientasi lingkungan maka menempatkan beberapa unit bangunannya untuk dapat menampung aktivitas lingkungan pada bagian pinggirannya ( marginal ). Bangunan ini misalnya yang dapat difungsikan untuk layanan umum seperti masjid, kantor pos, apotek, lapangan olah raga, bank dan lain - lainnya.
Pada saat ini sulit untuk menempatkan kampus diluar sistem lingkungan sosial budaya masyarakat. Demikian suatu kampus baru dibangun, maka segera akan terjadi perubahan tata guna lahan untuk dijadikan lahan pemukiman atau usaha lainnya, baik oleh warga kampus maupun masyarakat luar. Dengan demikian, terlihat secara alami bahwa kampus memang harus berada dalam sistem lingkungan sosial dan budaya masyarakat. Oleh karena orientasi kampus yang terlampau internal tidak akan menempatkan kampus dalam sistem yang serasi dengan lingkungannya. Apabila tidak diatur dengan baik justru kampus akan dianggap sebagai bagian yang asing dengan segala konsekuensinya. Aktivitas kampus yang sulit terpadu dengan kebutuhan masyarakat, seperti aktivitas akademik yang tidak ada kaitannya dengan aktivitas masyarakat, dapat ditata pada bagian tengah kampus.
Selain hal – hal yang dikemukakan di atas, kampus yang penuh dengan aktivitas sebagaimana aktivitas lainnya selalu terlibat dalam mekanisme pertukaran materi dan energi dengan sistem lingkungannya. Hal ini memerlukan mekanisme pengaturan atau pengendalian yang serasi agar tidak terjadi tekanan satu sistem terhadap sistem lainnya. Materi dan energi yang keluar masuk perlu mendapat perhatian dalam tata ruang kampus. Dalam hal inilah maka prinsi – prinsip ekologi dapat diterapkan dalam penataan ruang kampus ini. Tidak semua materi dan energi yang masuk dapat dimanfaatkan sepenuhnya oleh aktivitas kampus sebagian lain akan menjadi entropi yang tidak diperlukan. Entropi ini yang dikeluarkan oleh kampus sebagai limbah kampus. Dalam hukum lingkungan yang dikenakan pada sistem produksi, limbah harus diolah sedemikian rupa sebelum dikeluarkan agar dapat diterima oleh sistem lingkungannya baik lingkungan biofisisk maupun lingkungan sosial budaya. Hal ini patut dikenakan juga pada aktivitas kampus walaupun saat ini belum menjadi perhatian serius.
Hujan dan tenaga sinar matahari adalah contoh materi dan energi yang masuk ke dalam kampus. Tidak banyak kampus yang memanfaatkan materi dan energi ini secara tepat. Air hujan akan keluar dari kampus sebagai air limpasan yang dapat menimbulkan masalah tersendiri bagi sistem lingkungan di bagian hilir dan sebalikya kampus juga dapat menerima limpasan air hujan dari bagian hulunya. Sistem pemanfaatan air hujan perlu menjadi perhatian dalam tata ruang kampus. Demikian juga tenaga sinar matahari yang sangat potensial untuk wilayahtropis seperti di negara kita. Transformasi secara biologis dan teknis perlu menjadi perhatian agar tidak terjadi pemborosan energi. Dengan demikian, orientasi tata ruang kampus yang perlu menjadi perhatian kita adalah tata ruang yang sepenuhnya menyadari bahwa kampus bukan suatu sistem yang terpisah dengan sistem lingkungannya.
Istilah ekologi pada perkembangan keilmuannya, tidak hanya digunakan sebagai bagian dari konsep ekologi melainkan juga dalam pengertian – pengertian lain yang menyangkut lingkungan keilmuan yang lebih luas yang menyangkut berbagai variabel – variabelnya. Dalam ekologi pendidikan, kampus dengan segala aktivitas di dalamnya adalah bagian yang tidak terpisahkan dari sistem lingkungannya. Dengan demikian maka komponen – komponen kampus akan mengalami hubungan interaktif dengan komponen – komponen lingkungannya. Adanya suatu hubungan antara subsistem lingkungan denga subsistem pendidikan yang dapat dihitung dan digunakan sebagai gambaran tentang dukungan terhadap pendidikan. Dalam hal ini sebagai rintisan untuk mencoba eksistensi pendidikan dalam sistemnya secara terpadu, dimana pendidikan tidak hanya diletakkan sebagai suatu bagian yang terpisah dalam suatu kampus, namun dianggap sebagai suatu subsistem yang justru ada dalam sistem yang lebih besar yaitu sistem masyarakat dengan segala aktivitas dan fungsinya. Pendidikan tidak dilihat sebagai aktivitas pada suatu wilayah tertentu.
Dapat disimpulkan bahwa odel tata ruang kampus yang didasarkan atas orientasi Ekologi Pendidikan memerlukan studi yang lebih mendalam tentang komponen – komponen kampus dan komponen lingkungannya. Model tata ruang kampus sebagai yang telah ada dapat diperbaiki dengan menempatkan kampus sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari lingkungannya. Model tata ruang kampus dapat digunakan sebagai ukuran untuk melihat tanggung jawab da peran kampus dalam sistem lingkungannya.
Daftar Pustaka
Hadikoemoro, Soekisno, dkk. 1975. Ekologi Pendidikan. Laporan Penelitian, Direktorat Pendidikan Tinggi Swasta: Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi, Jakarta.
Haeruman, Herman. 1983. Model Skematis Pengaturan Lingkungan Hidup. Paper dalam Kursus Dasar – Dasar Analisis Dampak Lingkungan: Universitas Indonesia, Jakarta.