Kamis, 28 Juni 2012

DINAMIKA KULIAH DI YOGYAKARTA


1.    Masyarakat dan Kebudayaan Yogyakarta
Kebudayaan Yogyakarta dalam perspektif sejarah tidak dapat dipisahkan dari rangkaian perjalanan sejarah dari kerajaan Majapahit, Demak, Pajang, Mataram, dan Ngayogyakarta Hadiningrat. Peradaban keagamaan yang mewarnai adalah peradaban Hindu, Buddha, dan Islam, yang menyatu dengan peradaban asli. Peradaban lain di luar keagamaan tersebut, masuk bersama dengan kedatangan berbagai bangsa: Belanda, Inggris, Spanyol, Portugis, Cina, Mongolia, Jepang, dan Arab. 
Assosiasi, assimilasi, dan akulturisasi peradaban dan kebudayaan terjadi selama ratusan tahun, bersamaan dengan perkembangan kerajaan mulai dari kerajaan Mataram pada jaman Panembahan Senopati, Sultan Agung, sampai dengan kerajaan Ngayogyakarta Hadiningrat mulai dengan Hamengku Buwono I (anti penjajahan) dan seterusnya IX dan X. Assosiasi, assimilasi, dan akulturisasi inilah yang menjadi modal watak budaya Yogya yang khas, yakni “guyub, rukun, toleran, adaptif, dan akomodatif, tetapi anti penjajahan”. Antara kebudayaan kraton (yang berorientasi pada rakyat), dengan kebudayaan rakyat (yang hormat kepada kraton). Perkembangan kebudayaan Yogya yang dinamis tidak terlepas dari peranan perguruan tinggi di Yogya yang berinteraksi secara dinamis dengan berbagai sumber ilmu, teknologi, dan demokrasi. 
Pengalaman dalam perjuangan kemerdekaan memberi warna tersendiri bagi watak kebudayaan Yogya: rela berkorban bagi kemerdekaan dan kehidupan bangsa (teladan Hamengku Buwono IX, dan pemimpin bangsa lainnya). Landasan kpemikiran pengembangan perguruan tinggi di Yogyakarta  tidak dapat dilepaskan dengan kebijakan yang ditanamkan oleh Hamengku Buwono IX (pada pendirian Universitas Gadjah Mada) yang menekankan bahwa UGM harus menjadi tempat pendidikan Bangsa Indonesia dari Sabang-Merauke sebagai konsekuensinya Hamengku Buwono IX menyerahkan sebagian sultan-ground (lahan milik kraton) dan bahkan sebagian bangunan kraton (pagelaran, mangkubumen dsb) sebagai tempat kuliah. Kebijakan ini berlanjut untuk berbagai perguruan tinggi lain yang kemudian berkembang di Yogyakarta.  IKIP Yogyakarta (yang kemudian menjadi UNY), IAIN (kemudian menjadi UIN), dan beberapa perguruan tinggi swasta lain menjadi pemicu bagi perkembangan pendidikan tinggi di Yogyakarta.                                                
2.     Modal Pendidikan di Yogyakarta
Bagaimanapun juga harus diakui bahwa modal utama pendidikan di Yogyakarta bersumber dari pendidikan di lingkungan kraton yang berimbas ke dalam masyarakat.  Pengaruh para raja (Hamengku Buwono I s/d X) sangat terasa sentuhannya dan sampai saat ini masih menjadi dasar bagi pengembangan pendidikan yang bersumber pada kebudayaan. Pendidikan yang berdasar pada ajaran dan pemikiran Ki Hadjar Dewantoro, yang kemudian disebut sebagai ajaran taman siswa, merupakan modal yang ikut mewarnai kehidupan masyarakat pendidikan.  Rektualisasi sistem pendidikan taman siswa sedang banyak dipikirkan oleh ahli-ahli pendidikan taman siswa, terutama pengembangan nilai kebudayaan dan kebangsaan. Modal pendidikan lain yang tidak kalah dengan dua modal tersebut di atas adalah sekolah-sekolah Muhammadiyah dari TK s/d PT, yang memasukkan ke-islaman secara terpadu dalam sistem pendidikan sekolah umumnya.  Jumlah sekolah-sekolah ini sangat signifikan di Yogyakarta. Modal pendidikan lain yang ada di Yogyakarta adalah model pendidikan pondok pesantren dari yang sifatnya asli (tradisional) sampai yang modern (yang mengintegrasikan dengan pendidikan umum dan kejuruan).  Sifat khas dan pola pendidikan yang dikembangkan mewarnai pola pemikiran santri dan alumninya. Modal pendidikan yang tidak dapat diabaikan dan masih berlangsung di kalangan kristiani (kristen dan katholik) adalah model pendidikan modern akan tetapi yang masih menggunakan asas kebudayaan lokal.  Sekolah-sekolah kristen dan katholik juga berkembang dari TK s/d PT. Modal pendidikan lain yang sempat menjadi ikon pendidikan di Yogyakarta adalah pendidikan yang berorientasi pada pembentukan profesionalitas yang sangat beragam, mulai dari profesi yang berbasis ekonomi, teknik, komputer, dan bidang-bidang lain. Bermula dalam bentuk akademi, kemudian menjadi sekolah tinggi atau politeknik.
Tiga perguruan tinggi negeri yang menjadi tiang pancang utama yang menjaga arah dan kualitas pendidikan tinggi di Yogyakarta adalah UGM, UNY, dan UIN Sunan Kalidjogo. UGM seperti diketahui menjadi satu wakil utama di deretan perguruan tinggi dunia yang termasuk 100 kategori universitas yang baik, dan saat ini merupakan universitas yang terbanyak program studinya di Indonesia. Dari seni, humaniora (soft sciences) sampai bidang hard sciences dan teknologi. UNY sampai saat ini tetap menjadi salah satu unggulan dalam bidang pendidikan guru di Indonesia.  Sejak mendapatkan wider mandate dari pemerintah, UNY mengembangkan juga berbagai program studi non-kependidikan yang dimaksud untuk menjadi penguat dan pendukung bagi berbagai program pendidikan gurunya. UIN Sunan Kalidjogo, diketahui sebagai salah satu UIN yang menjadi pelopor bagi pengembangan berbagai ilmu keagamaan yang diintegrasikan dengan berbagai ilmu humaniora.
Perguruan tinggi swasta yang berkembang di DIY, cukup punya bobot keilmuan: UAD (Universitas Ahmad Dahlan), UMY (Universitas Muhammadiyah Yogyakarta), Universitas Atmajaya (Katholik), UKDW (Universitas Kristen Duta Wacana), UII (Universitas Islam Indonesia), Universitas Sanata Dharma (katholik), Universitas PGRI, UPN, UNKRIS, Janabadra, Wangsa Manggala, Widya Mataram, dan beberapa perguruan tinggi swasta lain. Jaringan kerja sama dalam dan luar negeri yang dilakukan oleh masing-masing perguruan tinggi maupun atas inisiatif pemerintah daerah maupun pusat, memberi warna tersendiri bagi pengembangan pendidikan di Yogyakarta. Sikap budaya masyarakat Yogyakarta yang akomodatif, guyup rukun, dan penuh toleransi terhadap para pendatang dari luar Yogyakarta maupun luar negeri, sangat membantu memberikan corak yang khas bagi pendidikan di Yogyakarta.
3.    Interaksi Mahasiswa
Interaksi dan komunikasi antar mahasiswa bisa memberikan corak interaksi pengetahuan dan ilmu, dan interaksi sosial-budaya. Mahasiswa dapat berintaraksi dengan masyarakat secara langsung atau melalui forum-forum tertentu, yang umumnya memberi corak sikap, moral, dan nilai. Interaksi mahasiswa dengan berbagai informasi baik ilmiah maupun informasi kehidupan, mematangkan sikap mahasiswa baik dalam berbagai persoalan kehidupan maupun persoalan sosial, politik, dan kebudayan. Interaksi dan komunikasi antar etnik memberikan peluang untuk menumbuhkan nilai-nilai kebangsaan dan mengembangkan sikap toleran dan pemahaman positif, dan mengurangi prasangka antar komunitas. Semua yang dialami tersebut pada dasarnya adalah bentuk soft skill yang kadang justru tidak dikembangkan dalam kuliah.
4.    Kelebihan - Kelebihan
Peluang untuk mengembangkan nilai-nilai ke-indonesiaan (sebagaimana yang di cita-citakan oleh Hamengku Buwono IX), belajar di Yogyakarta mendapat peluang belajar tentang Indonesia. Peluang untuk memperoleh acuan-acuan internasional dengan menggunakan jaringan ilmu dan pengetahuan internasional yang ada di Yogyakarta (tiap program studi memiliki peluang untuk mengembangkan akses jaringan ini).
Suasana akomodatif dan penuh toleransi memberikan jaminan suasana belajar yang kondusif. Interaksi yang dinamis antar mahasiswa dari berbagai bidang ilmu, memberi peluang untuk mematangkan wawasan berpikir dan meningkatkan kecakapan hidup. Interaksi yang positif dengan masyarakat Yogyakarta akan menumbuhkan nilai dan sikap kemasyarakatan yang positif. Ada banyak kiat mahasiswa untuk hidup efisien di Yogyakarta, tanpa harus mengurangi kualitas hidupnya.
5.    Kekurangan dan Ancaman
Ada banyak isu negatif yang berkembang tentang kehidupan mahasiswa di Yogyakarta yang menakutkan orang tua untuk mengirim anaknya ke Yogyakarta seperti: isu narkoba, isu kumpul kebo, isu mahalnya pendidikan, isu bahaya merapi dan gempa, dan berbagai isu negatif lainnya. Kekurangan yang segera terasa bagi mahasiswa dari luar adalah keterbatasan tempat tinggal, yang hanya dapat diperoleh melalui upaya yang cukup berat (memilih daerah yang baik, tidak mahal, dan cukup kondusif untuk belajar).
Ancaman kondisi lingkungan yang terletak di antara Gunung Merapi dan Laut Selatan, yang adakalanya diperberat karena pemahaman yang keliru tentang dua ancaman tersebut. Kecenderungan jumlah mahasiswa sejumlah perguruan tinggi yang menurun, yang dapat mengancam bangkrutnya perguruan tinggi yang bersangkutan.
6.    Solusi
Mengkaji dan mendalami akar peradaban kehidupan manusia di Yogyakarta yang berbasis pada kebudayaan, menemukan mutiara luhur yang dapat digunakan untuk memecahkan berbagai persoalan kehidupan. Membuka peluang kebersamaan antar institusi pendidikan dengan membentuk komite rekonstruksi pendidikan (KRP) DIY, untuk menumbuhkan semangat resource sharing fasilitas dan sumberdaya pendidikan dan efisiensi manajemen antar institusi pendidikan. Kredo yang digunakan KRP DIY adalah: sawiji (konsentrasi), greget (semangat), sengguh (percaya diri), ora mingkuh (tidak mundur). Menyusun strategi pengembalian citra DIY sebagai propinsi pendidikan, dengan KRP sebagai sumber inspirasi pengembangan pendidikan yang lebih baik, mengedepankan budaya “kita” lebih dari pada budaya “aku-kami”.  
Yogyakarta memiliki modal pendidikan yang menjadi kekuatan riil untuk mengembangkan mutu pendidikan yang lebih mantab dan sesuai dengan cita-cita proklamasi Bangsa Indonesia. Yogyakarta memiliki kapasitas secara obyektif untuk menyerap berbagai perkembangan ilmu mutakhir termasuk bioteknologi, dan berbagai implementasi ICT pada berbagai program pendidikan dan pelatihan. Yogyakarta memiliki akar budaya yang mampu mengakomodasi berbagai budaya lain melalui assimilasi, assosiasi, dan akulturisasi sebagai bentuk proteksi dinamis terhadap budaya lokal.

By : Makrus Rifai
The student of Yogyakarta State University

Rabu, 13 Juni 2012

HORMON TUMBUHAN




oleh : Makrus Rifai
Biology Education 
Yogyakarta State University


  1. 1.      Auksin
    Auksin adalah senyawa asam asetat dengan gugus indol bersama derivatnya. Auksin alamiah yang diekstraksi dari tumbuhan merupakan senyawa yang dinamai asam indolasetat (indoleacetic acid, IAA). Selain IAA, tumbuhan mengandung tiga senyawa lain yang dianggap sebagai hormon auksin, yaitu 4-kloro indolasetat (4 kloro IAA) yang ditemukan pada biji muda jenis kacang-kacangan, asam fenil asetat (PAA) yang ditemui pada banyak jenis tumbuhan, dan asam indolbutirat (IBA) yang ditemukan pada daun jagung dan berbagai jenis tumbuhan dikotil.
    Auksin banyak diproduksi di jaringan meristem pada bagian ujung-ujung tumbuhan, seperti kuncup bunga, pucuk daun dan ujung batang. Selain itu di embrio biji. Auksin tersebut disebarkan ke seluruh bagian tumbuhan, tetapi tidak semua bagian mendapat bagian yang sama. Bagian yang jauh dari ujung akan mendapatkan auksin lebih sedikit.
    Fungsi utama auksin yaitu merangsang pemanjangan batang, pertumbuhan, diferensiasi, percabangan akar, perkembangan buah, dominansi apikal, fototropisme, dan gravitropisme.
    Auksin dan pemanjangan sel, Meristem apikal suatu tunas merupakan tempat utama sintesis auksin. Karena auksin dari apeks tunas bergerak turun ke daerah pemanjangan sel, sehingga hormon akan merangsang pertumbuhan sel – sel tersebut. Auksin berpengaruh hanya pada kisaran konsentrasi tertentu, yaitu sekitar 10 -8 sampai 10-3 M. Pada konsentrasi yang lebih tinggi, auksin bisa menghambat pemanjangan sel. Hal ini disebabkan oleh tingginya level auksin yang menginduksi sintesis hormon lain, yaitu etilen, yang umumnya bekerja sebagai inhibitor pertumbuhan tumbuhan akibat pemanjangan sel. Jika terkena cahaya matahari, auksin akan mengalami kerusakan sehingga menghambat pertumbuhan tumbuhan. Hal ini menyebabkan batang membelok ke arah datangnya cahaya karena pertumbuhan bagian yang tidak terkena cahaya, lebih cepat daripada bagian yang terkena cahaya.
    Efek lain auksin, selain merangsang pemanjangan sel untuk pertumbuahan primer, auksin mempengaruhi pertumbuhan sekunder dengan cara menginduksi pembelahan sel pada kambium pembuluh dan dengan mempengaruhi diferensiasi xilem sekunder. Auksin juga meningkatkan aktifitas pembentukan akar adventif pada pangkal potongan dari suatu batang. Pada benih yang berkembang juga mensintesis auksin, yang meningkatkan pertumbuhan buah pada banyak tumbuhan.
    2.      Sitokinin
    Sitokinin merupakan zat pengatur tumbuh yang mendorong pembelahan (sitokinesis). Beberapa macam sitokinin merupakan sitokinin alami (misal : kinetin, zeatin) dan beberapa lainnya merupakan sitokinin sintetik. Sitokinin alami dihasilkan pada jaringan yang tumbuh aktif terutama pada akar, embrio dan buah. Sitokinin yang diproduksi di akar selanjutnya diangkut oleh xilem menuju sel-sel target pada batang.
    Fungsi utama sitokinin yaitu mempengaruhi pertumbuhan dan diferensiasi akar, merangsang pembelahan dan pertumbuahn sel, merangsang perkecambahan.
    Pengontrolan pembelahan sel dan diferensiasi sel. Sitokinin dihasilkan di dalam jaringan yang tumbuh secara aktif, khususnya di dalam akar, embrio dan buah.Sitokinin yang dihasilkan pada akar akan mencapai jaringan sasarannya dengan cara bergerak naik sepanjang tumbuhan itu dalam getah xilem. Bersama dengan auksin, sitokinin merangsang pembelahan sel dan mempengaruhi jalur diferensiasi.
    Sebagian besar tumbuhan memiliki pola pertumbuhan yang kompleks yaitu tunas lateralnya tumbuh bersamaan dengan tunas terminalnya. Pola pertumbuhan ini merupakan hasil interaksi antara auksin dan sitokinin dengan perbandingan tertentu. Sitokinin diproduksi dari akar dan diangkut ke tajuk, sedangkan auksin dihasilkan di kuncup terminal kemudian diangkut ke bagian bawah tumbuhan. Auksin cenderung menghambat aktivitas meristem lateral yang letaknya berdekatan dengan meristem apikal sehingga membatasi pembentukan tunas-tunas cabang dan fenomena ini disebut dominasi apikal. Kuncup aksilar yang terdapat di bagian bawah tajuk (daerah yang berdekatan dengan akar) biasanya akan tumbuh memanjang dibandingkan dengan tunas aksilar yang terdapat dekat dengan kuncup terminal. Hal ini menunjukkan ratio sitokinin terhadap auksin yang lebih tinggi pada bagian bawah tumbuhan.
    Sitokinin sebagai hormon anti penuaan. Sitokinin dapat menghambat penuaan beberapa organ tumbuhan, kemungkinan dengan menghambat perombakan protein, dengan merangsang sintesis RNA dan protein, dan dengan memobilisasi zat – zat makanan dari jaringan di sekitarnya.


    3.      Giberelin
    Giberelin berasal dari kata Gibberelia fujikuroi yaitu nama sejenis jamur parasit yang ditemukan oleh Fujiko Kurosawa (1926) di Jepang yang ekstraknya dapat mempercepat pertumbuhan. Akan tetapi, para peneliti belakangan ini menemukan bahwa giberelin ini dihasilkan secara alami oleh tanaman. Penyakit rebah kecambah ini akan muncul pada saat tanaman padi terinfeksi oleh cendawan Gibberella fujikuroi yang menghasilkan senyawa giberelin dalam jumlah berlebihan.
    Pada saat ini dilaporkan terdapat lebih dari 110 macam senyawa giberelin yang biasanya disingkat sebagai GA. Setiap GA dikenali dengan angka yang terdapat padanya, misalnya GA6 . Giberelin dapat diperoleh dari biji yang belum dewasa (terutama pada tumbuhan dikotil), ujung akar dan tunas , daun muda dan cendawan. Sebagian besar GA yang diproduksi oleh tumbuhan adalah dalam bentuk inaktif, tampaknya memerlukan prekursor untuk menjadi bentuk aktif. Pada spesies tumbuhan dijumpai kurang lebih 15 macam GA. Disamping terdapat pada tumbuhan ditemukan juga pada alga, lumut dan paku, tetapi tidak pernah dijumpai pada bakteri. GA ditransportasikan melalui xilem dan floem, tidak seperti auksin pergerakannya bersifat tidak polar.
    Efek giberelin tidak hanya mendorong perpanjangan batang, tetapi juga terlibat dalam proses regulasi perkembangan tumbuhan seperti halnya auksin. Pada beberapa tanaman pemberian GA bisa memacu pembungaan dan mematahkan dormansi tunas-tunas serta biji.
    Fungsi utama giberelin yaitu mempercepat perkecambahan biji dan kuncup tunas, pemanjangan batang, dan pertumbuahn daun, merangsang perbungaan dan perkembangan buah, mempengaruhi pertumbuhan dan diferensiasi akar.
    Pemanjangan batang. Akar dan daun muda merupakan tempat utama produksi giberelin. Giberelin merangsang pertumbuhan pada daun dan batang, akan tetapi sedikit pengaruhnya pada pertumbuhan akar. Pada batang, giberelin merangsang pemanjangan sel dan pembelahan sel. Pada batang yang sedang tumbuh, giberelin dan auksin bekerja sama secara sinergis yang prosesnya masih belum diketahui.
    Pertumbuhan buah. Perkembangan buah merupakan suatu mekanisme kontrol antara auksin dan giberelin. Pada beberapa tumbuhan, kedua hormon ini harus ada supaya dapat berbuah. Seperti kasus penyemprotan buah anggur Thompson yang tidak berbiji. Dimana hormon tersebut menyebabkan buah anggur tumbuh lebih besar dan terpisah jauh satu sama lain.
    Giberelin juga berperan penting dalam perkecambahan biji pada banyak tanaman. Biji-biji yang membutuhkan kondisi lingkungan khusus untuk berkecambah seperti suhu rendah akan segera berkecambah apabila disemprot dengan giberelin. Diduga giberelin yang terdapat di dalam biji merupakan penghubung antara isyarat lingkungan dan proses metabolik yang menyebabkan pertumbuhan embrio. Sebagai contoh, air yang tersedia dalam jumlah cukup akan menyebabkan embrio pada biji rumput-rumputan mengeluarkan giberelin yang mendorong perkecambahan dengan memanfaatkan cadangan makanan yang terdapat di dalam biji. Pada beberapa tanaman, giberelin menunjukkan interaksi antagonis dengan ZPT lainnya misalnya dengan asam absisat yang menyebabkan dormansi biji.
    Giberelin mendukung pertumbuhan benih sereal dengan merangsang sintesis enzim pencernaan seperti α-amilase yang memobilisasi zat makanan yang disimpan. Sebelum enzim – enzim ini ada, giberelin merangsang sintesis mRNA yang mengkode sintesis α-amilase.
    4.      Asam Absisat (ABA)
    Dinamai dengan asam absisat (ABA) karena diketahui bahwa zat pengatur tumbuh ini menyebabkan absisi/rontoknya daun tumbuhan pada musim gugur. Nama tersebut telah popular walaupun para peneliti tidak pernah membuktikan kalau asam absisat terlibat dalam gugurnya daun.
    Pada kehidupan suatu tumbuhan, merupakan hal yang menguntungkan untuk menunda/menghentikan pertumbuhan sementara. Dormansi biji sangat penting terutama bagi tumbuhan setahun di daerah gurun, karena proses perkecambahan dengan suplai air terbatas akan mengakibatkan kematian. Sejumlah faktor lingkungan diketahui mempengaruhi dormansi biji, tetapi pada banyak tanaman, asam absisat tampaknya bertindak sebagai penghambat utama perkecambahan. Biji-biji tanaman setahun tetap dorman di dalam tanah sampai air hujan mencuci asam absisat keluar dari biji. Sebagai contoh, tanaman dune primroses (bunga putih) dan tanaman matahari (bunga kuning) di gurun Anza – Borrego (California), biji-bijinya akan berkecambah setelah hujan deras. Pada banyak tumbuhan, rasio asam absisat terhadap giberelin menentukan apakah biji akan tetap dorman atau berkecambah.
    Adapun tempat produksi atau lokasi hormon asam absisat pada tumbuhan yaitu di daun, batang, akar dan buah hijau. Fungsi utama asam absisat yaitu menghambat pertumbuhan, menutup stomata selama kekurangan air, menghambat pemutusan dormansi.
    Hormon asam absisat (abscisic acid, ABA), yang dihasilkan pada tunas terminal akan memperlambat pertumbuhan dan mengarahkan primordia daun untuk berkembang menjadi sisik yang akan melindungi tunas yang dorman selama musim dingin. Hormon tersebut juga menghambat pembelahan sel kambium pembuluh. Maka asam absisat tersebut membantu mempersiapkan tumbuhan untuk menghadapi musim dingin dengan cara menghentikan pertumbuhan primer dan skunder.
    Selain peranannya sebagai penghambat pertumbuhan, asam absisat bertindak sebagai hormon “cekaman”, yang membantu tumbuhan dengan menghadapi kondisi yang buruk. Misalnya, ketika tumbuhan mulai layu, maka asam absisat akan terakumulasi di daun dan menyebabkan stomata menutup, mengurangi transpirasi dan mencegah kehilangan air lebih banyak.




     DAFTAR PUSTAKA

    Campbell, Neil A., dkk. 2003. Biologi Edisi Kelima Jilid 2. Jakarta: Erlangga.
    Hendaryono, Daisy P. Sriyanti dan Ari Wijayani. 1994. Teknik Kultur Jaringan.Yogyakarta: Penerbit Kanisius.
    Sarwono, B. 2002. Mengenal dan Membuat Anggrek Hibrida. Jakarta: Agro Media Pustaka. 
    Tim Dosen Kulur Jaringan. 2012. Petunjuk Praktikum Kultur Jaringan Tumbuhan. Yogyakarta: Fakultas Biologi UNY.
    Wetherell D.F,. 1982. Propagasi Tanaman Secara In Vitro. Semarang: IKIP Semarang Press. 










Minggu, 29 Mei 2011

“Model Tata Ruang Kampus Berwawasan Lingkungan dalam Aspek Ekologi Pendidikan”

Oleh: Makrus Rifai 
Biology Education 
Yogyakarta State University


Kampus merupakan tempat berlangsungnya aktivitas pendidikan yang sangat kompleks. Di dalam kampus dapat terjadi interaksi yang sangat intens baik sesama komponen kampus ataupun interaksi antara komponen kampus dengan lingkungan sekitarnya yakni biofisik dan sosial budaya. Sehingga perlu diperhatikan mengenai dinamika interaksi tata ruang kampus tersebut khususnya dari segi wawasan lingkungannya.
Tata ruang kampus umumnya dirancang berdasarkan perhitungan tata ruang bangunan fisik dan fungsi bangunan fisik tersebut. Pada saat ini, komponen lingkungan yang menjadi bagian dari pertimbangan tata ruang sangat tergantung dari eksistensi interaksi yang terjadi serta bentuk interaksinya baik secara langsung ataupun tidak langsung. Lingkungan yang dipertimbangkan dapat terbatas pada lingkungan yang sangat sempit, dalam sistem yang terbatas atau sangat luas. Pemanfaatan ruang dalam kampus atau yang disebut sebagai tata ruang kampus tidak diatur secara khusus dalam Undang – Undang, sehingga diperlukan pemikiran khusus oleh kampus masing – masing agar penataan ruang kampus sesuai dengan aspek lingkungan yang baik dan memadai.
Pada kenyataan sekarang, masih banyak ketidakjelasan mengenai siapa yang bertanggung jawab atas pengelolaan suatu wilayah pada kesatuan sistem lingkungan dengan berbagai kepentingan yang berbeda. Dengan dasar bahwa   lingkungan hidup berstatus sebagai milik umum, maka mestinya yang bertanggung jawab dalam pengelolaannya adalah masyarakat, pemerintah tingkat pusat sampai tingakat daerah. Dalam mengkaji mengenai ekologi pendidikan kita berasumsi bahwa pendidikan sebagai suatu aktivitas didukung oleh komponen – komponen pendidikan yang tidak dapat terlepas dari sistem interaksi dengan komponen lingkungannya. Tata ruang kampus yang ditinjau dari aspek Ekologi Pendidikan dengan demikian mengandung konsekuensi digunakannya pertimbangan interaksi antar komponen pendidikan dalam kampus dengan lingkungannya. Secara fisik, suatu kampus terdiri atas kompleksitas bangunan yang disusun berdasarkan atas kebutuhan untuk mendukung aktivitas kampus dan beberapa pertimbangan estetika atau keindahan.  Konsep ini lebih banyak didasarkan atas konsep tata ruang dengan pendekatan fungsional. Dengan pendekatan fungsional ini maka pengertian tata ruang dipersepsikan sebagai sesuatu yang bukan dihasilkan oleh masyarakat, bukan hasil budidaya yang dibentuk oleh latar belakang sosiokultural manusia yang berusaha menyesuaikan diri dengan ruang tempat hidupnya. Akan tetapi tata ruang lebih ditentukan oleh kekuatan yang menguasai ruang tersebut, sehingga dianggap oleh Gore, 1984, sebagai konsep tata ruang yang tidak komplit. Oleh karena itu perlu diketahui bentuk pendekatan lain yaitu tata ruang dengan pendekatan teritori, yang lebih menekankan pada pengembangan wilayah sebagai upaya untuk memobilisasi dan mengintegrasiakn manusia dan sumberdaya alam dalam satu wilayah geografis tertentu.
Unit – unit kelompok bangunan dalam tata ruang kampus secara konvensional disusun atas dasar kelompok aktivitas kampus, misalnya dalam kelompok fakultas atau unit pendukung lainnya. Penataan ruang dalam kampus cenderung berorientasi ke dalam dan kampus sebagai satu kesatuan yang dipisahkan dengan sistem lingkungannya. Orientasi tata ruang seperti ini menempatkan kampus sebagai sesuatu “enclave” dalam tata ruang sistem lingkungan, dan hal ini bertentangan dengan prinsip integritas dalam tata ruang satu wilayah. Dalam kedudukan seperti ini, aktivitas kampus sulit untuk menjadi bagian dari aktivitas lingkungan, walaupun diakui bahwa ada kecenderungan aktivitas kampus justru menentukan aktivitas lingkungannya. 
Kampus yang ditata dengan orientasi lingkungan maka menempatkan beberapa unit bangunannya untuk dapat menampung aktivitas lingkungan pada bagian pinggirannya ( marginal ). Bangunan ini misalnya yang dapat difungsikan untuk layanan umum seperti masjid, kantor pos, apotek, lapangan olah raga, bank dan lain -  lainnya.
Pada saat ini sulit untuk menempatkan kampus diluar sistem lingkungan sosial budaya masyarakat. Demikian suatu kampus baru dibangun, maka segera akan terjadi perubahan tata guna lahan untuk dijadikan lahan pemukiman atau usaha lainnya, baik oleh warga kampus maupun masyarakat luar. Dengan demikian, terlihat secara alami bahwa kampus memang harus berada dalam sistem lingkungan sosial dan budaya masyarakat. Oleh karena orientasi kampus yang terlampau internal tidak akan menempatkan kampus dalam sistem yang serasi dengan lingkungannya. Apabila tidak diatur dengan baik justru kampus akan dianggap sebagai bagian yang asing dengan segala konsekuensinya. Aktivitas kampus yang sulit terpadu dengan kebutuhan masyarakat, seperti aktivitas akademik yang tidak ada kaitannya dengan aktivitas masyarakat, dapat ditata pada bagian tengah kampus.
Selain hal – hal yang dikemukakan di atas, kampus yang penuh dengan aktivitas sebagaimana aktivitas lainnya selalu terlibat dalam mekanisme pertukaran materi dan energi dengan sistem lingkungannya. Hal ini memerlukan mekanisme pengaturan atau pengendalian yang serasi agar tidak terjadi tekanan satu sistem terhadap sistem lainnya. Materi dan energi yang keluar masuk perlu mendapat perhatian dalam tata ruang kampus. Dalam hal inilah maka prinsi – prinsip ekologi dapat diterapkan dalam penataan ruang kampus ini. Tidak semua materi dan energi yang masuk dapat dimanfaatkan sepenuhnya oleh aktivitas kampus sebagian lain akan menjadi entropi yang tidak diperlukan. Entropi ini yang dikeluarkan oleh kampus sebagai limbah kampus. Dalam hukum lingkungan yang dikenakan pada sistem produksi, limbah harus diolah sedemikian rupa sebelum dikeluarkan agar dapat diterima oleh sistem lingkungannya baik lingkungan biofisisk maupun lingkungan sosial budaya. Hal ini patut dikenakan juga pada aktivitas kampus walaupun saat ini belum menjadi perhatian serius.
Hujan dan tenaga sinar matahari adalah contoh materi dan energi yang masuk ke dalam kampus. Tidak banyak kampus yang memanfaatkan materi dan energi ini secara tepat. Air hujan akan keluar dari kampus sebagai air limpasan yang dapat menimbulkan masalah tersendiri bagi sistem lingkungan di bagian hilir dan sebalikya kampus juga dapat menerima limpasan air hujan dari bagian hulunya. Sistem pemanfaatan air hujan perlu menjadi perhatian dalam tata ruang kampus. Demikian juga tenaga sinar matahari yang sangat potensial untuk wilayahtropis seperti di negara kita. Transformasi secara biologis dan teknis perlu menjadi perhatian agar tidak terjadi pemborosan energi.  Dengan demikian, orientasi tata ruang kampus yang perlu menjadi perhatian kita adalah tata ruang yang sepenuhnya menyadari bahwa kampus bukan suatu sistem yang terpisah dengan sistem lingkungannya.
Istilah ekologi pada perkembangan keilmuannya, tidak hanya digunakan sebagai bagian dari konsep ekologi melainkan juga dalam pengertian – pengertian lain yang menyangkut lingkungan keilmuan yang lebih luas yang menyangkut berbagai variabel – variabelnya.  Dalam ekologi pendidikan, kampus dengan segala aktivitas di dalamnya adalah bagian yang tidak terpisahkan dari sistem lingkungannya. Dengan demikian maka komponen – komponen kampus akan mengalami hubungan interaktif dengan komponen – komponen lingkungannya. Adanya suatu hubungan antara subsistem lingkungan denga subsistem pendidikan yang dapat dihitung dan digunakan sebagai gambaran tentang dukungan terhadap pendidikan. Dalam hal ini sebagai rintisan untuk mencoba eksistensi pendidikan dalam sistemnya secara terpadu, dimana pendidikan tidak hanya diletakkan sebagai suatu bagian yang terpisah dalam suatu kampus, namun dianggap sebagai suatu subsistem yang justru ada dalam sistem yang lebih besar yaitu sistem masyarakat dengan segala aktivitas dan fungsinya. Pendidikan tidak dilihat sebagai aktivitas pada suatu wilayah tertentu.
Dapat disimpulkan bahwa odel tata ruang kampus yang didasarkan atas orientasi Ekologi Pendidikan memerlukan studi yang lebih mendalam tentang komponen – komponen kampus dan komponen lingkungannya. Model tata ruang kampus sebagai yang telah ada dapat diperbaiki dengan menempatkan kampus sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari lingkungannya. Model tata ruang kampus dapat digunakan sebagai ukuran untuk melihat tanggung jawab da peran kampus dalam sistem lingkungannya.


Daftar Pustaka

Hadikoemoro, Soekisno, dkk. 1975. Ekologi Pendidikan. Laporan Penelitian, Direktorat Pendidikan Tinggi Swasta: Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi, Jakarta.
Haeruman, Herman. 1983. Model Skematis Pengaturan Lingkungan Hidup. Paper dalam Kursus Dasar – Dasar Analisis Dampak Lingkungan: Universitas Indonesia, Jakarta.



Senin, 16 Mei 2011

BAGAIMANA MENUMBUHKAN SIKAP BELAJAR YANG BAIK


Oleh : Makrus Rifai
Biology Education, Yogyakarta State University

Kita sering mendengar kasus dimana seorang pelajar mengeluh tentang kesulitannya pada masalah belajar yang baik. Keluhan ini biasanya timbul menjelang ulangan umum dan ujian. Keluhan tersebut terdengar ditelinga kita, misalnya “ belajar sudah toh, tapi tidak bisa juga?”. Dipicu pertanyaan tersebut membuat pelajar menjadi pesimis untuk belajar, akibatnya mengambil jalan lain yaitu menyontek misalnya dengan mengambil sehelai kertas, kemudian mengguntingnya menjadi kecil – kecil untuk dijadikan media mencontek. Mencontek ini menjadi sasaran pertama agar hasil ulangan umum dan ujian mendapat nilai bagus.
Sehubungan dengan masalah di atas, saya sebagai seorang pelajar sekaligus calon guru perlu mengetahui kemudian menjelaskan bahwa untuk belajar yang baik seorang siswa harus mengetahui dan memahami mengenai tujuan belajar, minat terhadap pelajaran, percaya pada kemampuan diri sendiri dan keuletan.
Pelajar yang menekuni pendidikan di sekolah maupun luar sekolah dicetak menjadi masyarakat intelektual yang memiliki ilmu pengetahuan dan kecakapan hidup untuk menjawab setiap masalah dan tantangan dalam berbagai aspek kehidupan ( ekonomi, sosial budaya, politik, teknologi dan pendidikan itu sendiri)  dalam masyarakat yang dinamis. Menurut Sugihartono (2007) belajar merupakan suatu proses memperoleh pengetahuan dan pengalaman dalam wujud perubahan tingkah laku dan kemampuan bereaksi yang relatif permanen atau menetap karena adanya interaksi individu dengan lingkungannya. Maka pendidikan yang harus diberikan kepada pelajar selain mencakup bekal ilmu pengetahuan juga pendidikan yang mengandung nilai – nilai budi pekerti luhur yang akan merubah sikap dan perilaku seseorang ke arah yang lebih baik. Melalui pendidikan suatu bangsa dapat menguasai teknologi, menumbuhkan perekonomian serta mengintegrasikan berbagai aspek kehidupan. Untuk mencapai semua ini, mulailah kita membiasakan cara belajar yang baik.
“Mengetahui tujuan belajar”
Belajar bukan saja dilakukan saat menjelang ulangan umum atau ujian. Tetapi belajar harus dijalankan setiap hari karena tujuan belajar bukan hanya semata – mata mencari nilai yang bagus atau mendapatkan pujian belaka. Tujuan belajar adalah untuk memperoleh pengetahuan dan mengaplikasikannya  dalam kehidupan sehari – hari dalam membentuk sikap dan tingkah laku dengan iringan mental yang kuat. Seorang pelajar harus menanamkan sikap sadar pentingnya belajar.
“Minat terhadap pelajaran”
Sebelum belajar, seorang siswa hendaknya terlebih dahulu berminat pada pelajaran yang diikutinya. Bila pelajar tidak menaruh minat tentunya akan timbul kesulitan dalam belajar. Karena adanya minat dan ketertarikan terhadap suatu pelajaran akan mempermudah proses pemahaman kita dalam mengikuti setiap mata pelajaran yang diberikan guru. Bila sudah mempunyai suatu pemikiran tentang minat terhadap pelajaran, akan timbul suatu kegembiraan dan kepuasan dalam usaha proses belajar. Sebaliknya, bila seorang pelajar tidak minat terhadap pelajaran yang diikutinya maka akan sulit dalam proses belajar.
Pada umumnya, kesulitan belajar dengan baik disebabkan karena  tidak adanya minat terhadap mata pelajaran. Penyebabnya bermacam - macam diantaranya ada yang benci kepada guru yang mengajarnya, shingga tidak minat pada pelajaran yang diajarkannya. Mulai sekarang, sebagai pelajar yang baik hendaknya memiliki minat pada seluruh mata pelajaran yang diikuti.
“Harus percaya diri”
Krisis mental yang dialami banyak pelajar adalah kurang atau bahkan tidak adanya rasa percaya pada kemampuan diri sendiri. Hal ini akan memicu rasa pesimis dari usaha yang dilakukannya. Seharusnya seorang pelajar berani menghadapi berbagai kesulitan dan tantangan dalam belajar, karena akan mendorong kita untuk belajar dengan serius dan sungguh - sungguh. Sebenarnya bila kita sudah siap belajar dan mempunyai rasa percaya pada kemampuan diri sendiri, maka tidaklah sulit mengerjakan soal dan semakin optimis dalam memperoleh hasilnya, tentunya akan terhindar dari fenomena menyontek.
“Harus ulet”
Belajar tanpa didasari keuletan tidak akan mendapatkan keberhasilan maksimal. Sebab keuletan akan menunjang suatu keberhasilan terhadap target yang akan kita capai. Keuletan dalam belajar sangatlah penting dmiliki seorang pelajar. Ketika menghadapi ulangan atau ujian maka denyut jantung lebih cepat dan suasana lebih tegang dari biasanya hal ini karena kurangnya persiapan dan keseriusan belajar. Dengan sikap ulet maka pelajar selalu siap menghadapi ulangan atau ujian dan tidak mengalami kesulitan dalam mengerjakan soal yang disodorkan.

Jumat, 22 April 2011

"Usaha Inovatif Pengolahan Daun Binahong (Anredera cordifolia) Menjadi Anredera Dry Jell yang Kaya Khasiat"


Oleh: Tim PKM Pendidikan Biologi Sub 2009, Universitas Negeri Yogyakarta    ( Rifkie Aziz Agustian, Makrus Rifai, Winarsih, Nur Wulan Sari).                

Indonesia merupakan salah satu wilayah dengan keanekaragaman atau diversitas paling tinggi di dunia. Berbagai macam flora maupaun fauna dapat ditemukan disini. Banyak sekali jenis tumbuhan yang terdapat pada wilayah ini termasuk jenis tumbuhan obat. Banyak jenis tumbuhan obat telah diketahui dan dikenal oleh  bangsa indonesia sejak jaman nenek moyang hingga jaman sekarang. Umumnya pengetahuan tentang obat-obatan tersebut diwariskan secara turun-temurun. Namun dari berbagai jenis tumbuhan, terdapat berbagai jenis tumbuhan berkhasiat sebagai obat tetapi belum dikenal kegunaannya. diantara berbagai jenis tumbuhan obat tersebut ada yang kurang dikenal  karena habitatnya atau jumlahnya yang sedikit di Indonesia atau tumbuhan tersebut termasuk jenis tumbuhan  pendatang  atau bukan asli Indonesia sehingga tumbuhan tersebut belum banyak orang yang mengenanya.
Binahong (Anredera cordifolia) adalah salah satu tumbuhan merambat yang termasuk salah satu jenis tumbuhan berkhasiat obat. Tumbuhan Binahong memiliki karakteristik menjalar, berumur panjang (perenial), bisa mencapai panjang ± 5 m, berbatang lunak, silindris, saling membelit, berwarna merah, bagian dalam solid, permukaan  halus, kadang membentuk semacam umbi yang melekat di ketiak daun dengan bentuk tidak beraturan dan bertekstur kasar.
Binahong berdaun tunggal, bertangkai sangat pendek (subsessile), tersusun berseling, berwarna hijau, bentuk jantung (cordata), panjang 5 – 10 cm, lebar 3 – 7 cm, helaian daun tipis lemas, ujung runcing, pangkal berlekuk (emerginatus), tepi rata, permukaan licin, dan  bisa dimakan.
Bentuk bunga: majemuk berbentuk tandan, bertangkai panjang, muncul di ketiak daun, mahkota berwarna krem keputih-putihan berjumlah lima helai tidak berlekatan,  panjang  helai mahkota 0,5 – 1 cm, dan berbau harum. Akar berbentuk rimpang, berdaging lunak.
Tumbuhan ini dapat tumbuh di dataran rendah maupun dataran tinggi.  Perkembangbiakkannya secara generatif dengan biji dan secara vegetatif  melalui akar rimpangnya.
Binahong sejak jaman dahulu dikenal memiliki khasiat penyembuhan yang luar biasa dan  telah ribuan tahun dikonsumsi oleh bangsa Tiongkok, Korea, Taiwan dll. Namun sayangnya tanaman ini masih asing untuk daerah Indonesia. Tanaman ini berkhasiat obat  pada seluruh bagian tubuhnya. Penggunaan binahong tersebut dapat disesuaikan dengan kebutuhan. Binahong dapat langsung dikonsumsi pada bagian daunnya atau diolah terlebih dahulu menurut kebutuhan pada bagian lain.
   Berdasarkan beberapa hasil penelitian, dalam daun  binahong terdapat aktivitas antioksidan, asam askorbat, total fenol yang cukup tinggi,  asam oleanolik dan protein tinggi  yang mampu  menstimulasi produksi nitrit oksida yang diberi nama ancordin.
   Dengan adanya kandungan zat-zat di atas, daun Binahong memiliki banyak khasiat, diantaranya yaitu luka bakar, jerawat, nafsu makan kurang, melancarkan haid, menjaga stamina tubuh, muntah darah, kencing manis, sesak nafas, patah tulang, gatal-gatal, gejala liver, dll.
   Meskipun daun Binahong memiliki banyak kandungan yang berkhasiat obat, namun  pemanfaatannya belum dilakukan dengan maksimal. Pemanfaatan yang belum maksimal tersebut selain karena jenis tersebut kurang dikenal  tentu saja karena rasa binahong kurang enak untuk dikonsumsi secara langsung.
Berdasarkan  hal tersebut,  maka kami memutuskan untuk mengolah Binahong, khususnya daunnya menjadi suatu produk makanan berupa Anredera Dry Jell. Dengan pengolahan daun binahong  menjadi Anredera Dry Jell ini, diharapkan daun Binahong menjadi  lebih diminati karena rasanya lebih enak dan memenuhi kebutuhan  serat  karena  telah dicampur dengan  agar-agar untuk membuatnya. Maka, dengan  mengonsumsinya selain kita memperoleh khasiat dari daun Binahong, kebutuhan serat dalam kita juga akan terpenuhi.
   Produk Anredera Dry Jell ini dibuat dari daun binahong yang diblender, kemudian diperas  untuk diambil airnya. Kemudian air tersebut dicampur dengan bubuk agar-agar dan gula secukupnya. Lalu dinginkan agar-agar dan dikeringkan dengan penjemuran atau pengovenan dengan suhu di bawah 70oC.
Pembuatan  produk Anredera Dry Jell ini menggunakan proses pengeringan agar  produk ini menjadi lebih tahan  lama sehingga jangka waktu pemanfaatannya dapat dilakukan lebih lama. Dengan terlaksananya program ini diharapkan dapat meningkatkan daya guna dan  jual daun Binahong  yang lebih tinggi dan manfaatnya dapat dirasakan oleh banyak orang.

Kamis, 16 Desember 2010

MENUJU KERUNTUHAN TEORI EVOLUSI DARWIN DALAM DUNIA SAINS

oleh Makrus Rifai pada 02 Agustus 2010 jam 13:28
Oeh: Makrus Rifai
Biology Education, Yogyakarta State University


Alam semesta beserta isinya telah diciptakan oleh Allah untuk dimanfaatkan sebaik mungkin agar kita dapat mengambil pelajaran dengan adanya penciptaan tersebut. Pelajaran itu berupa keyakinan bahwa alam semesta memang ada yang menciptakan bukan tercipta secara kebetulan atau dengan sendirinya. Lain dengan teori evolusi yang dikemukakan Darwin, menurut Darwin ( 2004:139 ) semua spesies atau makhluk hidup berasal dari satu nenek moyang yang sama. Spesies yang ada sebelumnya lambat laun berubah menjadi spesies lain, dan semua spesies muncul dengan cara ini. Sebagai contoh, menurut Darwin ikan paus berevolusi dari beruang yang mencoba berburu di laut. Menurut teori tersebut, perubahan ini berlangsung sedikit demi sedikit dalam jangka waktu yang sanga lama.
Kendatipun doktrin evolusi Darwin telah berkembang lebih mendalam pada adad 19. Yang menjadikan teori tersebut sebagai bahasan terpenting dalam dunia ilmiah adalah kemunculan buku The Origin of Species karya Charles Darwin. Dalam buku ini, Darwin mengingkari penciptaan spesies yang berbeda – beda jenis secara terpisah oleh Allah, seraya mengatakan bahwa semua makhluk hidup berasal dari satu nenek moyang yang sama, kemudian berkembang dalam kurun waktu yang sangat lama melalui perubahan bentuk sedikit demi sedikit. Kalau memang demikian yang terjadi, seharusnya pernah terdapat banyak spesies peralihan selama periode perubahan yang panjang ini, tetapi kenyataannya belum ada sampai sekarang.
Meskipun demikian , dalam ilmu pengetahuan teori evolusi Darwin masih terus dikaji, seperti dalam biologi yang salah satu isinya membahas teori evolusi Darwin secara mendalam. Dalam biologi menjelaskan bahwa nenek moyang manusia berupa kera yang sama sekali tidak memiliki pikiran atau naluri seperti pada manusia yang kemudian berubah perlahan – lahan menjadi manusia seperti kita. Perubahan kera menjadi manusia tidak mungkin terjadi, karena dalam biologi sendiri dijelaskan bahwa ikan, reptil, burung, kera, manusia dan sebagainya memiliki DNA yang berbeda dengan jenis informasi genetik yang berbeda pula. Sehingga tidak mungkin kera berubah menjadi manusia sementara kedua spesies ini memiliki struktur DNA dan informasi genetik yang berbeda.
Akan tetapi, untuk mempertahankan teorinya para evolusionis membuat alas an baru, mereka menganggap bahwa kandungan informasi dalam DNA berkembang dan mengalami diversifikasi perlahan – lahan melalui peristiwa kebetulan. Peristiwa kebetulan yang dimaksud adalah mutasi. “Mutasi adalah perubahan yang berlangsung di dalam DNA sebagai akibat dari radiasi atau reaksi kimia” ( Yahya,2003:34 ). Dengan mutasi rantai DNA menjadi rusak sehingga memindahkan beberapa pasangan basa di dalamnya. Kemunculan mutasi – mutasi secara tepat, yang memungkinkan suatu sepesies memenuhi kebutuhan merupakan hal yang sulit dipercaya. Namun, teori Darwin menyatakan lebih daripada itu, misalnya seekor hewan memerlukan beribu – ribu peristiwa mutasi pada saat yang tepat. Jadi, keajaiban berperan disini.
Selain itu, bukti kekeliruan teori evolusi Darwin terlihat jelas ketika dia menyatakan, bahwa hewan reptil seperti komodo, berasal dari seekor ikan yang mencoba naik ke daratan. Sehingga, berhasil beradaptasi dengan kehidupan di darat, dengan membentuk kaki untuk berjalan, yang berasal dari sirip untuk berenang. Hal ini tidak masuk akal, karena alat pernafasan ikan yang berupa insang hanya dapat digunakan di dalam air, dan tidak dapat berfungsi di darat. Sehingga, sebelum ikan berhasil membentuk kaki untuk berjalan terlebih dahulu mati karena tidak ada asupan oksigen di darat.
Jadi, teori evolusi Darwin dapat di patahkan dengan ilmu pengetahuan itu sendiri. Seakan – akan teori ini bertentangan dengan kebenaran ilmu pengetahuan. Kalaupun ada, teori evolusi ini tercipta dari hayalan – hayalan yang menghubungkannya dengan peristiwa kebetulan. Seperti yang telah terjadi pada evolusi kera menjadi manusia dan seekor ikan menjadi reptil, yang telah di jelaskan diatas. Memang tidak ada larangan untuk berhayal, tetapi sains tidak boleh terjerumus di dalamanya. Apalagi teori evolusi ini menentang adanya penciptaan makhluk hidup secara terpisah oleh Allah, yang akan terus melemahkan kepercayaan kita terhadap – Nya. Padahal sudah jelas, bahwa teori evolusi itu tidak benar kejadiannya. Hanya sebuah hayalan belaka dari para penganut paham evolusionis.




DAFTAR PUSTAKA
Darwin,Charles.1994. The Origin of Species. Terj.Tim Jurusan Biologi Universitas Nasional. Semarang: Yayasan Obor Indonesia.


Graham,Ian.2003. Dunia Sains Genetika. Jakarta: PT Elex Media Komputindo.


Yahya,Harun.2003. Rahasia DNA. Terj.The Miracle of Creation in DNA oleh Halfino Berry. Bandung: Dzikra.